13.2.13

Penari yang tidak lagi sendiri, semoga.

Siapa sangka kamu akan hadir menjadi ia yang menyeimbangkan kaki?
Menggulirkan ragu di sela jemari bermain pasir di pesisir paling tepi.

Menepis semu dengan saling meneriakkan nama pada semesta.
Bersorak gempita bahwa kamu pun aku tidak cuma ada di dalam bayangan saja.
Menggenggam tangan tidak hanya di bawah selimut malu-malu.

Jarak.

Masih jalang menghadang. Menahankan sendu rindu meradang.
Tapi kita tidak mundur kemudian layu, mematikan lilin asa yang tinggal satu.

Kita menarikan pelukan lewat mata, saling dekap tanpa harus berbanyak aksara.
Kecup kecap-kecap sajak basi, lewat cengkrama kepala.
Kamu lebih memilih diam dan biarkan udara menyuarakan bahasanya.

Aku ditelanjangi kamu lewat mata,
Kamu menjura padaku melalui sungging senyum.
Mengulurkan tangan serta hati yang terkulum.
Kemudian haru meranum.

Dadaku kini berdentum, ia ngeri.
Ia sudah terlalu rapuh untuk dihadapkan pergi yang lain lagi.

Kaki sudah lunglai tak sanggup berlari.
Tarianku melemah ketika kau mendekat, aku sengaja, tidak ingin kamu terlewati.
Langkahmu tinggal beberapa senti.
Tas gending tersampir di punggungmu, aku harap isinya sebuah pasti.

Menarilah bersamaku,
lengkapilah cacat sempurna gerakanku.
Aku penari separuh hati,
separuhnya lagi, di bawa seseorang yang kelak akan tiba tak lama lagi.

Mungkin sebenarnya sejak awal memang kamu,
bukan dia, bukan siapa.
Hanya saja, terkadang memang butuh sebuah perjalanan,
sebelum akhirnya berhenti, dan menemukan.

No comments:

Post a Comment