Ayolah, tidakkah kau lelah dengan
pertanyaan-pertanyaan. Dengan ragu. Dengan bahagia yang mendadak menguap
kembali seolah semu. Menghapus jejak-jejak bibirmu di bibirku. Menorehkan luka
pada hati yang sedang kembali ranum. Mematahkan asa-asa yang percaya bahwa
bahagia masih ada. Kehilangan ciuman-ciuman mesra di kursi belakang. Selinap
jemari di balik baju. Curi remas pada pangkal paha. Lekat pinggul tanpa sekat.
Tanganmu mampir di pinggulku seolah ini milikmu. Aku bukan manusia yang bisa
bersabar menanti untuk sesuatu yang tak berujung tak bertepi. Tapi entah kenapa
aku masih ingin ada di dalam apapun permainan konyol ini. Oh bukan, maaf, ini
bukan permainan. Ini tentang ketakutan untuk memulai sebuah perjalanan.
Padahal, tahukah kamu? Apapun yang kita lakukan sekarang sudah termasuk memulai
perjalanan. Tanpa kita sadari, kita telah memulai. Kita telah menapaki ambang
saling membahagiakan. Menapaki ambang saling berciuman. Saling tak ingin
kehilangan. Saling-saling lainnya. Aku tidak butuh dimiliki. Aku sedang tidak
butuh memiliki. Tapi bukan berarti kamu tidak ada di hati. Kamu ada bahkan ia
yang menguasai. Aku mulai membutuhkanmu, kamu mulai candu. Aku mulai memerlukan
kamu pada setiap hari. Entah sepatah atau dua patah kata. Entah setatap atau
dua tatap mata. Sedekap atau dua dekap raga. Sepaut atau dua paut bibir.
Sedesau atau dua desau nafas disela bibirmu yang payau. Aku mulai membutuhkan
hal-hal remeh itu. Aku mulai mencari hal-hal kecil semacam itu. Aku kerap
melontarkan pertanyaan yang sama setiap aku membuka mata, setiap aku memejam di
akhir senja. Bahkan ketika bibirmu sedang mampir membuat bibirku sibuk. Bahkan
ketika kau renggut dadaku pakai tangan kiri, pertanyaan ini tidak pernah lekang
seolah penting. Sungguhkah kamu apa yang
aku mau?
Sungguhkah
kamu apapun yang menjadi inginku? Siapkah aku terluka lagi denganmu? Kamu
adalah pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan pernah ada jawaban, tidak akan
pernah ada pernyataan. Kamu adalah butiran air mata yang tak ingin aku
jatuhkan. Kamu adalah rindu yang aku tahankan. Kamu adalah bayu yang tak
kucari. Kamu adalah bayu yang datang sendiri. Kamu adalah laut yang aku damba.
Kamu adalah hujan-hujan di kepala. Kamu adalah titian jalan yang diarahkan
Tuhan. Kamu adalah pesisir yang ingin ku sambangi. Kamu adalah perih yang
dengan rela aku sapih. Kamu adalah desih yang tak membuatku risih. Kamu adalah
segala yang bisa semesta tawarkan. Kamu adalah semua rasa yang semesta tahu.
Kamu adalah senja yang selalu aku tunggu. Kamu adalah kamu. Kamu adalah yang
menumpulkan egoku. Kamu adalah yang mematahkan gengsiku. Aku ini perempuan
dengan ego laki-laki, tapi apa? Di hadapanmu aku seolah berteluh menyerahkan
diri. Hamba pada kau sang paduka. Segala kata adalah titah tak terbantah. Hikayat
tentang luka dalam topeng tawa. Kamu adalah yang sebelumnya aku bilang tak
masuk akal!
Ya. Jelas sudah. Kamu adalah
kejelasan yang tidak jelas.
Buyar. Rokok kesekian. Aku bubar.
No comments:
Post a Comment