30.12.12

Mozaik Satu.

Ayolah, tidakkah kau lelah dengan pertanyaan-pertanyaan. Dengan ragu. Dengan bahagia yang mendadak menguap kembali seolah semu. Menghapus jejak-jejak bibirmu di bibirku. Menorehkan luka pada hati yang sedang kembali ranum. Mematahkan asa-asa yang percaya bahwa bahagia masih ada. Kehilangan ciuman-ciuman mesra di kursi belakang. Selinap jemari di balik baju. Curi remas pada pangkal paha. Lekat pinggul tanpa sekat. Tanganmu mampir di pinggulku seolah ini milikmu. Aku bukan manusia yang bisa bersabar menanti untuk sesuatu yang tak berujung tak bertepi. Tapi entah kenapa aku masih ingin ada di dalam apapun permainan konyol ini. Oh bukan, maaf, ini bukan permainan. Ini tentang ketakutan untuk memulai sebuah perjalanan. Padahal, tahukah kamu? Apapun yang kita lakukan sekarang sudah termasuk memulai perjalanan. Tanpa kita sadari, kita telah memulai. Kita telah menapaki ambang saling membahagiakan. Menapaki ambang saling berciuman. Saling tak ingin kehilangan. Saling-saling lainnya. Aku tidak butuh dimiliki. Aku sedang tidak butuh memiliki. Tapi bukan berarti kamu tidak ada di hati. Kamu ada bahkan ia yang menguasai. Aku mulai membutuhkanmu, kamu mulai candu. Aku mulai memerlukan kamu pada setiap hari. Entah sepatah atau dua patah kata. Entah setatap atau dua tatap mata. Sedekap atau dua dekap raga. Sepaut atau dua paut bibir. Sedesau atau dua desau nafas disela bibirmu yang payau. Aku mulai membutuhkan hal-hal remeh itu. Aku mulai mencari hal-hal kecil semacam itu. Aku kerap melontarkan pertanyaan yang sama setiap aku membuka mata, setiap aku memejam di akhir senja. Bahkan ketika bibirmu sedang mampir membuat bibirku sibuk. Bahkan ketika kau renggut dadaku pakai tangan kiri, pertanyaan ini tidak pernah lekang seolah penting. Sungguhkah kamu apa yang aku mau?
Sungguhkah kamu apapun yang menjadi inginku? Siapkah aku terluka lagi denganmu? Kamu adalah pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan pernah ada jawaban, tidak akan pernah ada pernyataan. Kamu adalah butiran air mata yang tak ingin aku jatuhkan. Kamu adalah rindu yang aku tahankan. Kamu adalah bayu yang tak kucari. Kamu adalah bayu yang datang sendiri. Kamu adalah laut yang aku damba. Kamu adalah hujan-hujan di kepala. Kamu adalah titian jalan yang diarahkan Tuhan. Kamu adalah pesisir yang ingin ku sambangi. Kamu adalah perih yang dengan rela aku sapih. Kamu adalah desih yang tak membuatku risih. Kamu adalah segala yang bisa semesta tawarkan. Kamu adalah semua rasa yang semesta tahu. Kamu adalah senja yang selalu aku tunggu. Kamu adalah kamu. Kamu adalah yang menumpulkan egoku. Kamu adalah yang mematahkan gengsiku. Aku ini perempuan dengan ego laki-laki, tapi apa? Di hadapanmu aku seolah berteluh menyerahkan diri. Hamba pada kau sang paduka. Segala kata adalah titah tak terbantah. Hikayat tentang luka dalam topeng tawa. Kamu adalah yang sebelumnya aku bilang tak masuk akal!
Ya. Jelas sudah. Kamu adalah kejelasan yang tidak jelas.
Buyar. Rokok kesekian. Aku bubar.

No comments:

Post a Comment