Ada nafasmu
tertinggal disudut kamarku yang berantakan. Bahkan bayangmu yang masih
mengumpat di sela-sela lemari. Dari ruang tamu hingga dapur rumahku. Suara
altomu masih terekam di gaung udara yang membeku, menggantung dilangit-langit,
menembus loteng dan tetap diam di sana sebagi hantu. Hantu masa lalu yang aku
rindukan.
Pada setiap
detik kehadiranmu di waktu yang lalu. Kenangan yang berdebu menebal di setiap
lantai dan dinding. Mulai mengabu, meninggalkan noda-noda berwarna kelabu.
Ciuman-ciuman
yang kini mengerak di pinggir-pinggir cangkir kopi yang kau sesap. Aroma pagi
yang kini hanya menguar hampa dari tiap bubuk yang ku seduh. Sidik-sidik jari
yang tersangkut di gagang cangkir. Sidik jari yang sama dengan yang tertinggal
di tiap jengkal tubuhku.
Pelukan-pelukan
yang menumpuk teronggok di balik selimutku yang tak pernah rapi. Cerita yang
meresap ke dalam seprai yang tak pernah kuganti. Merindukan kamu dan segala hal
yang pernah terjadi padaku melalui kamu adalah Hobi.
Segala hal
tentangmu pernah ada. Segala kita pernah nyata. Meski sekarang hanya partikel
semata yang menyatu dengan oksigen di seputaran dada.
Yang tak kamu
sadari, kamu adalah bagian dari oksigen itu sendiri.
Membunuhku
perkara mudah, ketika melangkah kamu pergi dan tak menoleh lagi. Kamu renggut
semua oksigen dan menyisakan karbondioksida saja.
Aku masih
bernafas. Hanya formalitas bahwa aku bernyawa. Padahal hidupku sudah jauh
berakhir ketika kamu menyingkir.
No comments:
Post a Comment