Ingat kah kamu? Kita pernah jalan kaki dari Metito sampai Rolling Stone untuk memenuhi keinginan jiwa kamu.
Kamu cinta banget sama club bola ini, yang awalnya saya tidak pernah mengerti kenapa. Sampai akhirnya saya paham setelah kamu suruh saya menonton film Will.
Saya paham kenapa secinta itu kamu sama club itu.
Sesuatu yang personal, yang hanya kita pribadi yang bisa mengerti.
Yang harus dirasakan sendiri bukan karena sudut pandang orang lain.
Bukan sekadar cinta supporter ke sebuah club. Tapi lebih dari itu.
Saya paham.
Kita terlambat saat itu.
Kamu menjemput saya di Mall Pondok Indah, sebelum kita mengantar pacar kakak kamu ke Pondok Cabe.
Baru dari sana kita menempuh perjalanan rawan macet dan rawan terjadi ledakan emosi lagi antara kamu dan saya.
Kita bertengkar hari itu. Ingatkah kamu sayang?
Tiba di Rolling Stone, tempat itu sudah penuh mobil. Bahkan masih tetap penuh sampai di depan Gedung Arsip.
Kita dapat tempat di depan Metito.
Kamu ulurkan jaket hitam berlogo hasil meminjam dari teman,
Saya dan kamu berjalan beriringan.
Saya di sebelak kiri mu. Kamu di sebelah kanan.
Tiba-tiba kamu merangkul saya.
Memeluk saya dari samping lebih tepatnya.
"Yang~" rajukmu.
"Sayang banget sih gue sama lo." Kamu cium rambut saya.
Ya, dipinggir jalan.
Saya merinding.
Bukan, saya bukan penganut fanatik Public Display Affecton, tapi untuk yang ini, saya tidak bisa menolak. Terlebih dari kamu.
"Aku juga."
Saya elus pipi mu.
Ingin rasanya saya cium bibir kamu. Biarlah kita jadi tontonan. Biarlah orang melihat kita sebagai sepasang kekasih aneh. Tapi tidak, saya tahan. Saya simpan itu untuk nanti malam sebelum kita tidur.
Sayang,
ingatkah?
Selama menonton, tak lepas kamu merangkul saya.
Memeluk saya dari belakang, terkadang dari samping. Ingat ketika akhirnya gol tercipta? Kita berteriak sayang, kita berpelukan, kita bersorak.
Kamu tidak tahu betapa bergetarnya hati saya. Saya tahu persis arti gol itu untuk kamu. Dan kita berbagi bersama sayang. Diantara lautan merah orang yang juga bersorak.
Gema kita tenggelam diantara mereka.
Tapi tidak di dalam hati saya. Gema kamu tidak ada tandingannya.
Sayang,
Ingatkah?
ketika gawang kita kebobolan, kamu menyandarkan kepalamu lesu dibahu saya.
"Tenang sayang, masih ada waktu. Kita pasti bisa." Kamu memeluk saya lagi. Lebih erat kini, seolah tak mau kehilangan saya.
Lebur sudah sayang.
Pertengkaran sebelum kita berjumpa, hilang sudah.
Saya cinta kamu.
Saya bahagia, bahagia menjadi milik kamu.
Bagian hidup kamu.
We fight before, dear
I forgot why
But after we met..
We ended up shared beer and cigarette
We make it after we got home
snooging and snuggling before we go to bed
You're the best chapter of my life,baby.
No one ever will.
Kamu cinta banget sama club bola ini, yang awalnya saya tidak pernah mengerti kenapa. Sampai akhirnya saya paham setelah kamu suruh saya menonton film Will.
Saya paham kenapa secinta itu kamu sama club itu.
Sesuatu yang personal, yang hanya kita pribadi yang bisa mengerti.
Yang harus dirasakan sendiri bukan karena sudut pandang orang lain.
Bukan sekadar cinta supporter ke sebuah club. Tapi lebih dari itu.
Saya paham.
Kita terlambat saat itu.
Kamu menjemput saya di Mall Pondok Indah, sebelum kita mengantar pacar kakak kamu ke Pondok Cabe.
Baru dari sana kita menempuh perjalanan rawan macet dan rawan terjadi ledakan emosi lagi antara kamu dan saya.
Kita bertengkar hari itu. Ingatkah kamu sayang?
Tiba di Rolling Stone, tempat itu sudah penuh mobil. Bahkan masih tetap penuh sampai di depan Gedung Arsip.
Kita dapat tempat di depan Metito.
Kamu ulurkan jaket hitam berlogo hasil meminjam dari teman,
Saya dan kamu berjalan beriringan.
Saya di sebelak kiri mu. Kamu di sebelah kanan.
Tiba-tiba kamu merangkul saya.
Memeluk saya dari samping lebih tepatnya.
"Yang~" rajukmu.
"Sayang banget sih gue sama lo." Kamu cium rambut saya.
Ya, dipinggir jalan.
Saya merinding.
Bukan, saya bukan penganut fanatik Public Display Affecton, tapi untuk yang ini, saya tidak bisa menolak. Terlebih dari kamu.
"Aku juga."
Saya elus pipi mu.
Ingin rasanya saya cium bibir kamu. Biarlah kita jadi tontonan. Biarlah orang melihat kita sebagai sepasang kekasih aneh. Tapi tidak, saya tahan. Saya simpan itu untuk nanti malam sebelum kita tidur.
Sayang,
ingatkah?
Selama menonton, tak lepas kamu merangkul saya.
Memeluk saya dari belakang, terkadang dari samping. Ingat ketika akhirnya gol tercipta? Kita berteriak sayang, kita berpelukan, kita bersorak.
Kamu tidak tahu betapa bergetarnya hati saya. Saya tahu persis arti gol itu untuk kamu. Dan kita berbagi bersama sayang. Diantara lautan merah orang yang juga bersorak.
Gema kita tenggelam diantara mereka.
Tapi tidak di dalam hati saya. Gema kamu tidak ada tandingannya.
Sayang,
Ingatkah?
ketika gawang kita kebobolan, kamu menyandarkan kepalamu lesu dibahu saya.
"Tenang sayang, masih ada waktu. Kita pasti bisa." Kamu memeluk saya lagi. Lebih erat kini, seolah tak mau kehilangan saya.
Lebur sudah sayang.
Pertengkaran sebelum kita berjumpa, hilang sudah.
Saya cinta kamu.
Saya bahagia, bahagia menjadi milik kamu.
Bagian hidup kamu.
We fight before, dear
I forgot why
But after we met..
We ended up shared beer and cigarette
We make it after we got home
snooging and snuggling before we go to bed
You're the best chapter of my life,baby.
No one ever will.
No comments:
Post a Comment