21.11.12

Kisah tirani hidup Citrani

Ini tentang gadis kecil yang hilang.
Menyesatkan diri di padang ilalang.
Bumi yang jalang.

Gadis ini, Citrani.
Usianya berjuta tahun lebih muda dari Bumi.
Rasa ingin tahunya lebih membunuh dari partikel Tuhan di inti Galaksi.
Jiwanya lebih membakar dari api.
Keberaniannya tak ubah seolah Ia putri sang Dewi Perang Romawi.

Dunia besar dan ia tenggelam dalam penasaran menguasainya.
Matanya membulat melihat luas angkasa.
Matanya nyalang melihat jagat raya.
Ia ingin tahu semua.

Citrani berlari, menjauhi tempat ia lahir dan merangkak sebagai bayi.
Tak mau kenal berhenti. Ia sengaja hapus kata itu dari diri.
Mengenal arah pun baru. Citrani tak mau tahu.
Yang jelas ia harus pergi kemanapun ia mau.

Lupa bahwa akan selalu ada kerikil yang akan menciptakan luka,
Dan meninggalkan bilur di kakinya yang kecil. Ia tertawa.
Bak peluru yang terlepas karena seseorang tak sengaja menarik pelatuk.
Citrani menabrak berbagai macam bentuk.
Menghancurkan sekitarnya terpuruk.

Citrani si gadis kecil keras kepala.
Tak akan percaya ia jika belum jatuh terjerembab hingga terluka.
Ingin ia menangis. Seperti gadis kecil pada umumnya.
Tapi ia lupa caranya.
Maka Citrani tertawa. Seolah tak apa melihat luka bernanah menganga.

Tak kenal berjalan, meski masih terluka pun terkilir, ia kembali berlari.
Citrani berhenti.
Di bibir pesisir pantai sexy ia berdiri.
Menoleh sekali.
Ia sadar telah meninggalkan naluri.
Nalarnya telah menguasai diri.
Egonya membutakan hati.

Terpejam diam.
Layung senja mulai membelai merasuki tubuh kecilnya dalam-dalam.
Ada damai di situ, hangatnya merengkuh raga yang kaku.
Berusaha melelehkan hati yang telah berkarang membatu,
Ia masih terpejam membiarkan layung menyelimuti kelamnya yang lebam.
Menemukan dirinya sebentar lagi tenggelam dalam kelam.
Citrani masih terpejam diam.

Apa yang ia lakukan?
Labirin yang ia bentuk tak karuan.
Benteng yang lebih tinggi dan tebal dari yang pernah mereka buat untuk para tahanan.
Citrani menganga. Keheranan.

Luka telah menukarnya menjadi batu berbalut kulit manusia.
Sendu sembilu sudah meramu dirinya menjadi perempuan dengan tawa semu.
Naluri ia lupakan. Nalar ia mainkan.
Citrani melupakan keseimbangan.

Tetap tak bisa menangis sesenggukan. Citrani meringis miris.
Membelai kulitnya yang kini kecokelatan tak lagi putih.
Sesuatu yang magis.
Ia sentuh dengan ujung kaki ombak berbuih.

Ujung jemari ombak pantai sexy mengajaknya menari.
Mengelitik di bawah kaki.
Angin meraih tangannya untuk berputar seolah ia bagian dari pentas seni.
Ya, Tuhan sedang ada acara, setiap senja.
Citrani kini saksi mata dan menjadi bagian di dalamnya.
Diam damai tinggal di sana selamanya.
Di antara pesisir dan senja.

Gadis kecil ini, Citrani.
Tetap tak pulang.
Jika kamu ada kesempatan, datangi pesisir paling tersingkir.
Mungkin kamu bisa melihatnya sendiri bagaimana ia menari dengan kakinya yang masih terkilir.




No comments:

Post a Comment