"Ayo kita sapu."
Aku masih memegang gagang sapu.
Aku masih memegang gagang sapu.
Tanpa sebuah kata kau dekap aku dan mencium bibirku. Jangan sayang, jangan pernah kagetkan aku dengan sebuah ciuman karena aku akan meminta lebih banyak ciuman dari yang mampu kamu berikan. Aku melengos malu kamu masih mendekapku.
"Ayo ganti baju."
"Kamu keluar dulu."
"Baiklah."
Lagi, kamu tidak keluar kamar. Kamu tarik aku kedalam dada mu yang bidang bahumu yang lebar. Bisa kurasakan sesuatu mengejang dibawah sana sayang. Bisa kurasakan listrik mengalir dari tubuhmu ketika menyentuh kulitku. Lama. Lumat. Cepat. Lambat. Cepat. Lidah. Melambat. Lepas.
"Kita harus pergi jika tidak mau terlambat."
"Kita tidak akan terlambat kemana-mana."
Ciuman yang lain. Kita berputar di dalam kamar sebelum akhirnya kita merapat ke dinding. Aroma tubuhmu menguarkan bau yang kuat memenuhi indra penciumanku. Bau yang aku suka. Ciuman demi ciuman. Sekali pun tak kau coba remas payudara. Fokusmu hanya menciumku dan lidahmu. Fokusku, ya, ciumanmu dan tegangan dibawah sana.
OH OH Tulisan ini mulai terlalu erotis.
Kita berbagi banyak hal, sayang. Dan aku merasa tidak sendirian lagi, tapi sepertinya waktu Tuhan untuk kita belum saat ini senyaman apapun aku dengan mu. Seingin apapun kamu dengan ku. Tapi aku yakin kamu tidak akan pernah jauh bahkan sejengkal dariku.
No comments:
Post a Comment